Selasa, 11 Oktober 2011

Kikir, Membuat Hidup Makin Fakir


وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr 9)

Abu al-Hiyaj bercerita, “Saya melihat seorang syeikh sedang thawaf di Baitullah sembari berdoa, ‘Rabbi qiniy syuhha nafsi, Rabbi qiniy syuhha nafsi, Wahai Rabbi, jauhkanlah diriku dari kekikiran, wahai Rabbi, jauhkanlah diriku dari kekikiran…” Dia terus menerus membaca doa itu dan tidak menambahnya dengan yang lain. Lalu saya mencari tahu tentangnya, ternyata beliau adalah sahabat Abdurrahman bin Auf RA. Akupun menemui beliau dan bertanya tentang alasan beliau membaca doa itu, lalu beliau membacakan firman Allah,
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr 9)

Tiada Beruntung Orang yang Kikir
Ingin mengumpulkan harta sebanyak mungkin, dan bakhil mendermakannya selain untuk keinginan nafsunya, adalah tabiat buruk yang disandang banyak manusia. Dengan sifat itu, mereka menyangka bisa meraih keberuntungan. Namun ayat ini justru meyakinkan sebaliknya. Keberuntungan bisa didapatkan ketika seseorang terhindar dari sifat kekikiran. Sifat kikir mengundang banyak sekali kerugian dan keburukan, maka barangsiapa yang terhindar darinya, maka dia terhindar dari banyak kerugian dan keburukan.
Makna ’Syuhha nafsuhu’ tidak hanya sebatas bakhil, atau menolak untuk memberi. Akan tetapi juga disertai ambisi untuk memiliki apa-apa yang sudah dimiliki oleh orang lain. Dari definisi ini, bisa dibayangkan betapa besar kerugian yang akan dialami oleh orang yang berkarakter kikir.

Kerugian pertama dialami oleh hati. Orang yang kikir tak pernah merasakan lapangnya dada, atau puasnya hati saat memiliki. Panasnya hati saat berambisi terhadap sesuatu yang belum dimiliki, melalaikan dirinya dari kebahagiaan yang mestinya dia rasakan karena telah memiliki sesuatu yang bisa dinikmati. Derita ini tidak pernah berkurang kadarnya, meski dia telah berhasil meraih ambisinya. Karena sifat tamaknya segera mengalihkan pandangannya kepada kenikmatan lain, sebelum dia sempat menikmati hasil jerih payahnya. Jika keberhasilannya meraih tujuan tak bisa membuat hati menjadi nyaman dan tenang, lantas bagaimana jika usahanya menemui jalan buntu, betapa hatinya makin terbakar karenanya. Sungguh beruntung, jiwa yang terhindar dari kikir dan bakhil.

Kerugian kedua adalah miskin teman dan renggangnya hubungan kekerabatan. Orang yang kikir akan dijauhi, karena tak ada untungnya bergaul dengan orang yang kikir dan bakhil. Ambisi dan sifat rakusnya bahkan membahayakan siapapun yang dekat dengannya. Hartanya terancam, kehormatannya teranacam, bahkan terkadang nyawa juga tak aman dari ancaman. Karena orang yang kikir hanya peduli dengan dirinya sendiri, dan tidak memikirkan kepentingan orang lain. Nabi SAW bersabda,
”Jauhilah oleh kalian sifat kikir (syuhh). Karena sifat itulah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir menyuruh mereka berlaku zhalim, maka merekapun berlaku zhalim. Kikir menyuruh mereka memutus kekerabatan, merekapun memutusnya.” (HR Abu Dawud)

Harta yang mestinya berfaedah menenangkan jiwa, juga mengikat sahabat dan kerabat, justru menjadi petaka bagi orang yang bakhil. Padahal persahabatan, persaudaraan dan kekerabatan adalah faktor penting yang mendukung kebahagiaan dan ketenangan. Jauh lebih penting dari sekedar mempertahankan harta dan menimbunnya.

Adalah Qais bin Sa’ad bin Ubadah RA dikenal sebagai orang yang suka berderma. Suatu hari beliau sakit, namun teman-temannya tak kunjung menjenguknya. Beliau merasa penasaran, lalu mencari tahu tentang sebabnya. Hingga kemudian diperoleh jawaban, bahwa mereka malu untuk datang karena masih punya tanggungan hutang kepada beliau. Beliau berkata, ”Alangkah buruknya harta yang menghalangi seseorang untuk menjenguk saudaranya.” Lalu beliau menyuruh untuk diumumkan bahwa siapapun yang memiliki beban hutang kepada Qais, maka diputihkan dan dianggap lunas. Maka sore harinya daun pintunya rusak lantaran banyaknya orang yang menjenguk beliau. Sungguh beruntung orang yang terhindar dari sifat kikir dan bakhil.

Fakir di Dunia, Siksa di Neraka
Meski sifat kikir diharapkan bisa mendatangkan keuntungan materi bagi pemiliknya, namun tidak demikian kenyataannya. Kikir tak akan menambah harta dunia, apalagi kekayaan akhirat. Orang yang kikir akan luput dari doa malaikat untuk keberkahan orang yang mendermakan hartanya. Justru doa kebangkrutan tiap pagi yang tertuju untuknya. Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,
”Tiada datang pagi hari yang dilalui hamba Allah, melainkan ada dua malaikat turun. Salah satunya berdoa, ”Ya Allah berilah ganti (yang lebih baik) baik orang yang berderma.” Sedangkan satu malaikat lagi berdoa, ”Ya Allah, timpakanlah kebangkrutan atas orang yang menahan pemberian.” (HR. Bukhari)

Yang paling parah, sifat kikir menyebabkan seseorang miskin pahala kebaikan. Karena sifat ini merusak hasrat akhirat, menjauhkan pemiliknya dari keberuntungan yang hakiki dan abadi. Hasratnya hanya tertuju untuk dunia yang hina dan fana. Maka kelak, sebagai balasan bagi mereka,
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. at-Taubah: 35)

Allahumma qinaa syuhha anfusanaa”, ya Allah, jauhkanlah diri kami dari kekikiran. Amien. (Abu Umar Abdillah)

Sumber : arrisalah.net

Hukum Memanfaatkan Barang Gadai


Tanya :
Kebiasaan di desa, orang pinjam uang dengan memberikan jaminan berupa sawah. Lalu, orang yang meminjami memanfaatkan sawah tersebut dan mengambil hasil panen atau dibagi dua dengan pemilik sawah. Apakah hal itu dibenarkan menurut tinjauan syariat?

Jawab :
Pada dasarnya barang jaminan dari hutang atau rahn sama sekali tidak boleh dimanfaatkan oleh pemberi hutang. Sebab manfaat tersebut akan dihukumi sebagai riba. Mengapa riba? Karena hutang tidak boleh berkembang dan diberi penambahan meski nilainya adalah pemanfaatan. Ibnu Qudamah menjelaskan:  ” Jika pemilik barang gadai  mengijinkan bagi pemegang gadai (pemberi pinjaman) untuk memanfaatkan barang gadai tersebut  tanpa ada imbalan, sedang ar rahin berhutang kepada  al murtahin, maka hal ini tidak boleh, karena hutang yang memberikan manfaat bagi yang memberikan utang, sehingga masuk dalam katagori riba . “( Al Mughni : 4/431 )

Jangan asal Bercanda

Kejenuhan yang muncul karena terlalu serius dalam beraktivitas, menjadikan canda sebagai selingan dan variasi hidup. Bahkan tidak sedikit di antara manusia yang memiliki sifat humoris, bukan dibuat-buat tapi watak. Tetapi hal yang disayangkan, sifat humoris tersebut dijadikan sebagai profesi yang di dalamnya tidak keluar secara spontanitas, namun didramatisir untuk bisa membuat orang lain tertawa terpingkal-pingkal. Apakah bercanda itu ada aturannya? Atau bahkan dilarang? Sebagai manusia kita hendak mengetahui adab-adabnya:
Pertama: Bercanda (mizah) adalah perkataan yang dimaksudkan untuk menggembirakan, menyenangkan atau memberi semangat dengan tidak menyebabkan orang lain tersakiti. Bercanda itu mubah (dibolehkan), namun hendaknya tidak berlebihan karena sebab berlebihan terkadang justru menyinggung dan menyakiti hati orang lain. Dan menyakiti orang muslim tidak diperbolehkan.

Hukum Baju Bergambar

Tanya :
Apakah hukum memakai baju atau kaos yang bergambar dan bolehkan bantal atau sprei kita bergambar?

Jawab :
Seorang muslim yang perhatian terhadap keislamannya akan memperhatikan apa yang di gunakan dan yang dipakai, apakah sudah sesuai dengan nafas islam atau belum. Menggunakan kaos atau baju yang bergambar hewan atau manusia dilarang dalam Islam, hal ini didasarkan dari beberapa nash hadits, diantaranya :
عَنْأَبِيهُرَيْرَةَقَالَ, قَالَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَلَاتَدْخُلُالْمَلَائِكَةُبَيْتًافِيهِتَمَاثِيلُأَوْتَصَاوِيرُ
Dari Abu Hurairah RA dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat tidak mau masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim).

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Top Web Hosting | manhattan lasik | websites for accountants